Senin, 20 Oktober 2014

Panggil Dia, Kenangan

Diposting oleh Unknown di 19.57

         

          Tapak kakiku berhenti pada sebuah ruang kosong. Tak ada sesiapapun di ruangan itu kecuali dua orang anak kecil yang sedang menautkan kelingking. Tampaknya mereka saling berjanji.

Samar kudengar bocah lelaki itu berkata ''Maafin aku ya. aku nggak akan ngejahilin kamu lagi, kok.''

Gadis kecil di depannya mengulum senyum, malu-malu. ''Janji?''

''Iya. Janji.'' Jawabnya sambil tersenyum. Sepasang mata sipit itu membentuk garis. Manis! 

          Gadis kecil berambut lurus berponi tadi tiba-tiba meniup dandelion -yang sepertinya ia dapat dari halaman sekolah- tepat di hadapan bocah lelaki bermata sipit yang duduk di sampingnya. Lagi dan lagi. Dia hanya mengulum senyum, memperlihatkan mata segarisnya.

          Lamat-lamat kutatap mereka berdua. Kelingking. Janji. Dandelion. Sepertinya aku mengingat sesuatu. Sepersekian detik aku berpikir. Tiba-tiba jantungku berdegup cepat. Aku menelan ludah.


''Hey! Kau tahu? tidak ada yang lebih memuakkan dari bau kenangan.'' Gumam Ingatanku dengan kesal. Aku hanya mengiyakan.

''Tapi tidak ada yang lebih baik dibandingkan menjadi bagian dari kenangan seorang dia. '' timpal Hatiku tak mau kalah.

''Aih! bukankah kau sering sakit-sakitan karena dia?'' Ingatanku mencibir ketus.

          Mereka saling beradu tanpa meminta pendapatku. Sialan! mereka keras kepala. Aku menghela napas berat.

''Lalu, kau sendiri kenapa selalu gagal melupakannya?'' Hatiku membela diri.

''Itu.. emm.. itu karena aku tak ingin melawan lupa. Kau tahu kan kalau aku diciptakan untuk mengingat?''

Hatiku terkekeh. ''Banyak alasan. Kau tidak lebih baik dariku! Hahaha.''

Ini memuakkan. Kuputuskan untuk membalik badan dan pergi mengakhiri perdebatan mereka. dan meninggalkan apa yang mereka sebut kenangan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Dear you.. Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review